Minggu, 03 Januari 2010

Infotainment “ Reformasi Diri atau Mati (in)



Kalau menurut saya... persoalannya bukan pada pergantian nama menjadi E-News atau Entertainment News sekalipun.. tapi pondasi persoalan menurut saya malah terletak pada pelaku dan pekerja Infotainmentnya sendiri. Kalau akhirnya Infotainment harus berujung seperti ini...saya justru merasa kasihan sekali dengan para perintis dan mereka yang membidani lahirnya Infortainment secara secara baik.

Bicara Infotainment tidak bisa tidak kita harus menyebut Kabar Kabari...kalau bicara Kabar Kabari, tidak bisa tidak kita harus menyebut om Remmy Sutansyah sama tante Ayum, berikutnya kemudian baru nama nama penggeraknya seperti Om Amazon, Om Ijoel, Om Bayan, Om Arey, Om Dedet (mungkin) dan belakangan juga Om Miller.. Dari tangan tangan mereka, lahir Infotainment yang benar benar mengacu pada tatanan jurnalistik. Fakta ini sulit dibantah, mereka inilah yang menurut saya peletak dasar pondasi Infotainment dengan melakukan pendekatan pada kaidah kaidah jurnalistik. Seperti diketahui, Om Remy dan Om Miller dulu kuat di tabloid Monitor, trus om Amazon penguasa rubrik hiburan di koran Terbit, Om Ijoel di Rakyat Merdeka begitupun dengan Tante Ayum yang kuat di majalah Kawanku setelah di beli Gramedia... Kalau melihat background mereka, rasanya gak usah ragu lagi soal kaidah jurnalistiknya...


Nah, begitu tayangan Kabar Kabari mampu diterima dengan baik oleh pemirsa, seperti biasa, mem-beo dan budaya latah-pun kumat... Berangkat dari situlah banyak terjadinya distorsi pemahaman dan pengertian 'roh' Infotainment 'ala' Kabar Kabari. Konyolnya, semakin kesini kok justru semakin parah... para artis tega 'membeli' tayangan untuk popularitasnya... pekerja infotainment pun tidak segera menyadari dari berbagai kejadian yang sesungguhnya justru menjerumuskan dirinya ke dalam keterbelakangan... Kenapa disebut keterbelakangan, ya karena pondasi jurnalistiknya gak di pakek lagi... asal setor pulang bawa berita...


Belum lagi kalau bicara visualnya... satu shot gambar bisa diulang berkali kali... kok menurut saya ini 'gila' ya...


Nah, kalau sudah ada fatwa NU kalau Infotainment itu haram...sapa yang rugi...coba hitung berapa orang yang harus makan dari tayangan ini... reporternya berapa .. kali berapa judul tayangan Infotainment .. kali berapa pekerja non redaksi .. kali beban yang harus ditanggung dari masing masing pekerja...buanyak kan... (kalau ngitung bener capek juga soalnya)


Sebaiknya menurut saya memang kuncinya ada di para pengambil kebijakan di stasiun tv sendiri, karena kualitas tayang mereka yang menentukan. Sejak kasus Luna Maya mulai terlihat kalau sesungguhnya sebagian besar masyarakat kita 'gerah' sama tayangan Infotainment. Ini sebaiknya jangan didiamkan. Caranya? ya mereformasi diri... kurangi slot tayangan Infotainment dengan bijak, tingkatkan kualitas pekerjanya dengan baik, pilih berita yang benar benar berdasarkan fakta, ajarin lagi yang namanya sopan santun memburu berita... memburu bukan berarti membabi buta...
Selama infotainment tidak bisa mereformasi diri sendiri ..dia akan mati atau di mati'in...

Salam,

Didik Suryantoro

Label: ,

Kamis, 01 Oktober 2009

untuk rendra 7 agustus

di bulatnya rembulan...

diterangnya malam suci..

engkau pergi teriring air mata negeri...

selamat jalan...

Label: ,

23 tahun

mataku tak pernah salah..

sejak 23 tahun yang lalu...

aku sudah melihat kecantikanmu hingga detik ini..

subhanallah..

bersyukurlah kamu karena itu...

tapi aku tahu ..

bahagia tak selalu menyertai kecantikanmu...

aku ikut berduka untuk itu...

tapi bersyukurlah lagi ..

ada sepasang mata yang masih bahagia saat melihat kecantikanmu saat ini... subhanallah..

Tuhan masih sangat mencintaimu...

Label:

Padang 30 September

Entah apa lagi yang harus kukatakan...

tanah yang sempat kupijak kini luluh lantak...

Maha Kuasa Engkau Ya Rob...

bumi dan segala ada digenggamanMU...

Ampuni kami...

beri kuasaMU... agar luka dan duka luruh bersama kuasaMU jua... Amiiin...

Label: , ,

Minggu, 27 September 2009

Infotainment

bicara infotainment memang menarik, lebih menarik lagi karena banyak teman kita yang mencari sesuap nasi di sana. menelisik tayangan infotainment sesungguhnya mulai mengkristal ketika kabar kabari mulai on air, meski sesungguhnya ini bukan yang pertama, hanya saja kabar kabari memang yang pertama mengemas infotainment menjadi satu tayangan yang utuh khusus dunia artis. Tayangan yang muncul kemudian kalau gak salah cek & richek dan seterusnya muncul KISS.
Nah... pada saat kabar kabari muncul, bentuk tayangan sejauh yang saya tahu masihlurus lurus saja, karena sedikitnya saya tahu 'orang di belakang layar' tayangan tersebut, sebut saja Remmy Sutansyah, dedengkot tabloid citra, Amazon Dalimunthe yang saat itu memegang kendali hiburan di Harian Terbit, Zul Lubis pemegang rubrik hiburan di Rakyat Merdeka, Bayan, pemegang rubrik koran semarang kalau gak salah Suara Merdeka, dan yang menyusul kemudian Aray yang beberapa kali pindah media cetak tapi tetap di dunia hiburan.
Setahu saya, mereka ini cukup disiplin dengan ilmu jurnalistiknya, sehingga turunan beritanya tidak melulu bicara soal gosip dan ngobok ngobok urusan pribadi orang. Sejauh yang saya tahu, dalam memaparkan berita mereka masih lempeng lempeng aja, kalaupun ada 'kenakalan' itu tidak sampai pada hal hal yang membuat orang harus ngamuk ngamuk.
Namun kemudian, ketika muncul cek and richek dan KISS, nuansa berita sudah mulai berubah arah, 'kenakalan' yang awalnya disodorkan kabar kabari, di dua tayangan ini menjadi berbeda, karena 'kenakalan' dua tayangan ini sudah mulai bisa membuat kuping memerah.
Kelatahan kemudian muncul diikuti tayangan infotainment yang lain, yang secara jujur harus saya katakan, TIDAK MEMILIKI BASIC JURNALISTIK yang kuat. Bahkan bukan hal aneh, kalau reporter infotainment tidak bisa bikin berita. Jangankan berita, bikin kalimat aja bisa gak bener..... bahkan dalam perkembangannya sekarang, bukan hanya sistim kloning berita, tapi sudah mewabah pada kloning gambar, jadi pekerjaan infotainment tidak lagi didasari pada pekerjaan jurnalistik yang dulu SANGAT MEMBANGGAKAN, tapi sudah berubah dengan dasar dan alasan asal dapat berita..
KONYOL CUI...
Memperhatikan hal itu, pada akhirnya roh jurnalistik yang harusnya ada (kalau infotainment minta disebut sebagai pekerjaan jurnalistik) kini sudah tidak ada lagi. Mintanya disebut pekerja jurnalistik, tapi para pekerjanya tidak lagi mempunyai jiwa jurnalistik. .. he he he
Jadi... proses pembusukan pada diri infotainment itu juga dilakukan oleh para pekerjanya sendiri, kita tidak bisa menyalahkan siapa siapa, stasiun tv yang harusnya menjadi saringan terakhir bobol, pemasang iklan ikut memberi andil karena ikut membuat infotainment tetap mempunyai nilai jual, konyolnya, masyarakat kok ya mau maunya nonton infotainment. Busuklah kita semua....

Setuju boleh ... gak setuju justru dianjurkan

Label: ,

Jumat, 25 September 2009

zona80, Masih Ada


Yang "jadul" atau yang berbau jaman dulu tak melulu berarti basi dan tidak laku. Banyak juga kok, yang rindu dengan suasana masa lalu. Kebutuhan romantisme itu pun diakomodir oleh stasiun televisi.

Bila dahulu Indosiar pernah sukses dengan Tembang Kenangan, kini Metro TV punya Zona 80, Masih Ada (saban Minggu pukul 22.00 WIB). Acara ini cukup unik dan punya penggemar tersendiri.

Seperti judulnya, Zona 80 mengemas acara bernuansa tahun 80-an. Untuk menciptakan atmosfir itu, musik, penyanyi, gaya hidup, trend sampai peristiwa yang popular di era itu diperbincangkan dan ditampilkan. Dekorasi dan pernak-pernik 80-an seperti gaya berpakaian dan potongan rambut turut melengkapi.

Menurut Didik Suryantoro, Ide & Kreatif Metro TV, sebelum tayang perdana di bulan Februaru 2008 lalu, Zona 80 telah menjalani penggodokan secara internal selama dua bulan. Zona 80 layak tayang dengan mengusung konsep mengangkat kembali masa keemasan 80-an dengan menghadirkan para pelaku sejarah seperti musisi dan para artis yang kemungkinan kini sudah jarang tampil. "Padahal di era 80-an mereka sangat jaya," kata Didik.

Makanya, Zona 80 jadi obat rindu buat beberapa mantan artis idola seperti Dian Pramana Poetra, Deddy Dukun, Rafika Duri, Harvey Malaiholo, Vina Panduwinata, Atiek CB, Ikang Fauzi, Trio Libels, Indra Lesmana, Nicky Astria, Conny Constantia, Bob Tutupolli sampai Koes Hendratmo bisa ditemui.
Kenapa harus era 80-an, bukan 60-an atau 70-an? Kata manajer produksi Metro TV, Agus Mulyadi, era 80-an dipilih karena ada kecenderungan kuat sejumlah orang yang "rindu" dengan masa tahun 80-an. "Ini bisa dilihat dengan terbentuknya beberapa komunitas yang mengambil era tahun 80-an sebagai benderanya. Selain itu ada beberapa stasiun televisi yang sesekali memunculkan topik-topik yang berbau tahun 80-an. Itu menarik. Buat kami kenapa tidak dibuat saja sebuah program yang frame-nya tentang tahun 80-an," papar Agus.

Agus menggambarkan, orang-orang yang tumbuh di tahun 80-an punya sudut pandangan yang hampir sama, lantaran tatanan kehidupan dan terpaan media massa yang relatif seragam. "Mereka punya situasi yang sama dalam sistem Orde Baru. Semua yang dilihat dan dirasakan punya kecenderungan yang sama. Hari ini kita nonton (di TVRI) apa, besok kita akan bicarakan yang sama. Sehingga kalau kita mau bicarakan soal tahun 80-an, orang-orang akan bicara dengan angle yang sama, walaupun dalam perspektif yang mungkin yang berbeda. Makanya, membicarakan era 80-an banyak yang menarik" jelas Agus lagi.

Baik Didik maupun Agus tak khawatir kehabisan materi yang dibahas untuk Zona 80. Apalagi acara yang dibawakan oleh Windy Wulandari dan Joe "P Project" ini tak terpaku membicarakan soal musik saja, tapi bisa olahraga, film, kuis, dance, fashion dan lain sebagainya.

Sejauh ini Zona 80 relatif tak kesulitan untuk menghadirkan para artis dari tahun 80-an. Malah mereka menyambut baik dan rindu untuk tampil lagi serta bertemu dengan "teman sejawat". Tapi memang, ada beberapa artis yang belum bisa ditampilkan di Zona 80 terkait dengan kondisinya yang berbeda. Seperti Hari Mukti yang dulu dikenal sebagai rocker yang aktraktif, tapi kini berprofesi sebagai dai.

"Kami memang belum menyambangi Hari Mukti, tapi kami pesimis. Sebab, di mana-mana Hari Mukti bilang tak ingin menyanyi lagi," kata Didik.
"PR" lain adalah mendatangkan Onky Alexander yang di era 80-an amat terkenal sebagai Boy lewat film dan cerita radio Catatan Si Boy. "Selama ini kami kesulitan untuk menghubunginya. Terlalu banyak ‘lapisan' di seputar Onky dan sulit ditembus. Atau mungkin dia memang sudah tak berminat lagi," kata Didik pasrah. Onky kini adalah bapak dari seorang anak, Maharani Ayushanda (11) dan suami dari pengusaha Paula Ayustina Saroinsong.

Kendala lain dalam menghadirkan artis dari era 80-an adalah sosoknya yang tidak seperti dahulu lagi. "Mungkin ada yang badannya sudah mekar. Ada pula yang suaranya sudah kedodoran atau sudah lupa dengan syair lagu yang dibawakan," kata Didik mencontohkan.
Sementara untuk penonton di lokasi syuting, tim Zona 80 tak perlu khawatir, sebab komunitas pencinta tahun 80-an akan setia datang. Bahkan dari kapasitas 100 penonton kini sering melebihi. Selain syuting di studio Metro TV, Zona 80 kadang syuting di outdoor, di lokasi yang amat kesohor buat komunitas 80-an, seperti kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Obrolan Masa Lalu & Masa Kini
Adalah Bayhaki (36), seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan, yang aktif dalam komunitas tahun 80-an. Awalnya, di pertengahan tahun 2005 Bayhaki membikin blog tentang angkatan tahun 80-an. Ternyata blog itu mendapat sambutan yang positif dari orang-orang yang seminta dengan Bayhaki.
Sekitar setahun kemudian, Bayhaki dkk membuat milis lapanpuluhan@yahoogroups.com. Milis itu sudah beranggotakan lebih dari 3.400 orang. Banyak yang mereka perbincangkan di milis itu, seperti break dance, Michael Jackson, tempat nongkrong di Melawai, dan tren tahun 80-an lainnya.
Bayhaki dan komunitasnya tak cukup hanya berbincang di dunia maya, beberapa kali mereka mengadakan gathering resmi di beberapa hotel. "Yang terakhir ultah ke dua berdirinya millis pada Juli lalu. Dihadiri oleh Ikang Fauzi, Kenan Nasution dan Niagara Band," ucap Bayhaki. Selain itu, setiap Kamis mereka rutin bermain golf dan sebulan sekali mengisi acara di radio Pro 2 RRI.
Jika bertemu, menurut Bayhaki, mereka tak hanya membicarakan nostalgia masa lalu, tapi juga yang sedang aktual di masa sekarang. Misalnya tentang kenaikan BBM dan biaya sekolah yang melonjak tinggi.
Tentang Zona 80, walaupun tak ada ikatan kerjasama, Bayhaki dan teman-temannya kerap diundang untuk bertukar pikiran dengan pengelola Metro TV, selain undangan menonton di studio. Mereka terpannggil lantaran punya kesamaan emosional dalam memperbincangkan segala sesuatu tentang era 80-an.
Selain orang biasa seperti Bayhaki yang "peduli" dengan masa 80-an, musisi Deddy Dores, mengaku masih punya organisasi yang diisi oleh artis yang tumbuh pada tahun 80-an. Deddy mengetuai Spaindo (Suara Perjuangan Artis Indonesia), sementara Betharia Sonata menjadi bendaharanya.
Sementara Wahyu WHL (pencipta lagu Tenda Biru) dan penyanyi Ria Resti Fauzy, kata Deddy, juga memprakarsai organisasi sejenis. Kegiatan organisasinya menurut Deddy selain bereuni adalah melakukan kegiatan sosial yang berkaitan dengan bencana alam dan sejenisnya.
"Akhir tahun 2007 lalu kami bikin konser di Hotel Sahid Hotel dan diliput Metro TV. Dan sekarang ini kami sering diundang Zona 80 untuk nyanyi," kata Deddy. Meski sudah jarang tampil di televisi, Deddy menyebut artis tahun 80-an masih aktif menerima job menyanyi di daerah-daerah.

M Nizar (Tabloid Nova, Senin, 30 Juni 2008)

Label: , , ,

Zona80, Panggung Generasi Jadul


Oleh : Budi Suwarna

Penyanyi top tahun 80-an kembali ditampilkan di layar kaca. Sebagian penampilannya masih prima, sebagian lagi sudah kedodoran. Ah, penampilan tidak lagi penting. Yang penting, penonton bisa bernostalgia.

Anda yang tumbuh di era itu mungkin masih ingat dengan gaya Titi Qadarsih ketika menjadi penari pengiring lagu-lagu Gombloh. Dia berlenggak-lenggok centil sambil mengerdipkan mata, kemudian bergerak mengelilingi Gombloh yang cuek saja bermain gitar.

Anda juga mungkin masih ingat bagaimana Betharia Sonata dan Nia Daniaty berlinangan air mata ketika menyanyikan lagu- lagu sedih. Sampai-sampai, pemerintah melarang TVRI menayangkan lagu-lagu cengeng seperti itu karena khawatir bangsa ini juga dianggap bangsa cengeng. Apa hubungannya?

Anda yang mengikuti musik dangdut juga tidak akan lupa dengan Rhoma Irama dan Soneta grup-nya. Bahkan, Anda mungkin masih ingat gaya bicara Rhoma yang sering dibuat putus-putus seperti ketika dia berkata, ”Lagu berikutnya berke...lannn...na.”

Nah, semua kenangan itu ditangkap dan dihadirkan lagi di layar kaca dalam acara nostalgia bernama Zona80. Acara tersebut ditayangkan Metrotv sejak tiga bulan lalu, yakni setiap Minggu malam pukul 22.05 dan Sabtu pukul 15.05 (tayang ulang). Hari Minggu (1/6) ini, Zona80 memasuki episode ke-14.

Melalui acara itu, kita bisa melihat lagi aksi Titi Qadarsih menari dengan koreografi dan gaya centil seperti dulu. Kostumnya pun dibuat dengan gaya 80-an. Hanya saja, karena Gombloh telah almarhum, perannya digantikan John Dayat, pemenang lomba mirip Gombloh.

Obbie Messakh

Artis jaman dulu (jadul) yang juga tampil di Zona80, antara lain, Ari Wibowo dengan hit-nya Madu dan Racun, Endang S Taurina dengan Apa yang Kau Cari, Betharia Sonata dengan Hati yang Luka, Obbie Messakh dengan Kisah Kasih di Sekolah, dan duet maut Rhoma Irama dan Rita Sugiarto dengan Malam Terakhir.

Production Manager Metrotv Agus Mulyadi, Kamis (29/5), mengatakan, Zona80 berusaha menghadirkan kenangan era 80-an secara utuh dengan segala kemeriahan dan kenorakannya. Untuk itu, pihaknya sedapat mungkin memerhatikan detail. Mereka menghadirkan lagu-lagu jadul dengan aransemen seperti asli termasuk sound effect-nya.

Kostum penyanyi dan penari latar juga dibuat sesuai gaya 80-an, seperti baju bertangan gembung, ikat kepala, dan celana yang gombrong di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Bahkan, koreografinya pun meniru gaya 80-an, seperti gerakan tangan menggulung benang.

Satu yang tidak bisa dilakukan Zona80 adalah membuat artis-artis jadul itu kembali tampak imut-imut seperti 20 tahun yang lalu. Maklum, mereka sudah memasuki usia om-om dan tante- tante. Bahkan, sebagian sudah menjadi simbah.

Dengan format seperti itu, Zona80 menjadi tontonan menarik, khususnya bagi orang-orang yang tumbuh di era itu. Lewat acara itu, mereka bisa menemukan jejak masa mudanya bersama para artis yang juga tumbuh di periode yang sama.

Lewat acara itu, mereka bisa menertawakan penampilan generasinya yang untuk ukuran sekarang mungkin agak norak. ”Setiap kami menayangkan video atau foto artis jadul, penonton di studio langsung tertawa dan berkata, ’lucu banget dulu ya’,” kata Didik Suryantoro, penggagas ide acara Zona80.

Zona80 ini sebenarnya merupakan bagian dari fenomena kebangkitan kembali era 80-an dalam jagat hiburan satu-dua tahun belakangan ini. Tengok saja CD dan kaset berisi kompilasi lagu- lagu lama bermunculan, lagu-lagu disko klasik diputar lagi di klub-klub dan radio, konser penyanyi dan grup jadul seperti Duran Duran dan Skidrow pun laku dijual.

Kenangan era 80-an memang begitu lekat bagi mereka. Itulah era di mana kebanyakan anak- anak muda mendapat pengalaman yang nyaris sama. Mereka sama-sama menonton film Boneka Si Unyil, sama-sama diharuskan ikut Senam Kesegaran Jasmani di sekolah, dan sama-sama mengalami demam breakdance (tari kejang) sambil membopong tape besar. (Kompas, Sabtu, 26 September 2009)

Label: , , , ,