Infotainment “ Reformasi Diri atau Mati (in)
Kalau menurut saya... persoalannya bukan pada pergantian nama menjadi E-News atau Entertainment News sekalipun.. tapi pondasi persoalan menurut saya malah terletak pada pelaku dan pekerja Infotainmentnya sendiri. Kalau akhirnya Infotainment harus berujung seperti ini...saya justru merasa kasihan sekali dengan para perintis dan mereka yang membidani lahirnya Infortainment secara secara baik.
Bicara Infotainment tidak bisa tidak kita harus menyebut Kabar Kabari...kalau bicara Kabar Kabari, tidak bisa tidak kita harus menyebut om Remmy Sutansyah sama tante Ayum, berikutnya kemudian baru nama nama penggeraknya seperti Om Amazon, Om Ijoel, Om Bayan, Om Arey, Om Dedet (mungkin) dan belakangan juga Om Miller.. Dari tangan tangan mereka, lahir Infotainment yang benar benar mengacu pada tatanan jurnalistik. Fakta ini sulit dibantah, mereka inilah yang menurut saya peletak dasar pondasi Infotainment dengan melakukan pendekatan pada kaidah kaidah jurnalistik. Seperti diketahui, Om Remy dan Om Miller dulu kuat di tabloid Monitor, trus om Amazon penguasa rubrik hiburan di koran Terbit, Om Ijoel di Rakyat Merdeka begitupun dengan Tante Ayum yang kuat di majalah Kawanku setelah di beli Gramedia... Kalau melihat background mereka, rasanya gak usah ragu lagi soal kaidah jurnalistiknya...
Nah, begitu tayangan Kabar Kabari mampu diterima dengan baik oleh pemirsa, seperti biasa, mem-beo dan budaya latah-pun kumat... Berangkat dari situlah banyak terjadinya distorsi pemahaman dan pengertian 'roh' Infotainment 'ala' Kabar Kabari. Konyolnya, semakin kesini kok justru semakin parah... para artis tega 'membeli' tayangan untuk popularitasnya... pekerja infotainment pun tidak segera menyadari dari berbagai kejadian yang sesungguhnya justru menjerumuskan dirinya ke dalam keterbelakangan... Kenapa disebut keterbelakangan, ya karena pondasi jurnalistiknya gak di pakek lagi... asal setor pulang bawa berita...
Belum lagi kalau bicara visualnya... satu shot gambar bisa diulang berkali kali... kok menurut saya ini 'gila' ya...
Nah, kalau sudah ada fatwa NU kalau Infotainment itu haram...sapa yang rugi...coba hitung berapa orang yang harus makan dari tayangan ini... reporternya berapa .. kali berapa judul tayangan Infotainment .. kali berapa pekerja non redaksi .. kali beban yang harus ditanggung dari masing masing pekerja...buanyak kan... (kalau ngitung bener capek juga soalnya)
Sebaiknya menurut saya memang kuncinya ada di para pengambil kebijakan di stasiun tv sendiri, karena kualitas tayang mereka yang menentukan. Sejak kasus Luna Maya mulai terlihat kalau sesungguhnya sebagian besar masyarakat kita 'gerah' sama tayangan Infotainment. Ini sebaiknya jangan didiamkan. Caranya? ya mereformasi diri... kurangi slot tayangan Infotainment dengan bijak, tingkatkan kualitas pekerjanya dengan baik, pilih berita yang benar benar berdasarkan fakta, ajarin lagi yang namanya sopan santun memburu berita... memburu bukan berarti membabi buta... Selama infotainment tidak bisa mereformasi diri sendiri ..dia akan mati atau di mati'in...
Salam,
Didik Suryantoro
Label: infotainment, reformasi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda